Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) menyatakan kebutuhan bahan bakar minyak nasional saat ini sudah di atas 1,2 juta barel per hari. Kebutuhan ini jauh di tas kemampuan kilang domestik yang hanya bisa memproduksi 700 ribu barel per hari. Karena itu sisanya harus impor.
"Ini tidak bisa dihindari," kata Kepala Divisi Humas, Sekuriti, dan Formalitas BP Migas, Gde Pradnyana, di Jakarta. "Bahkan seandainyapun produksi minyak mentah kembali ke 1,6 juta barel per hari, impor BBM juga tetap tidak bisa dihindari."
Dia mengingatkan bahwa Indonesia sangat membutuhkan energi untuk menopang perekonomian, dan minyak semakin sulit didapat dan diproduksikan, karena saat ini alam lebih banyak memberikan gas ketimbang minyak. Dengan demikian, masalah subsidi dan kenaikan harga BBM adalah realita yang harus disikapi oleh semua pihak.
BP Migas terus berupaya meningkatkan produksi minyak Indonesia, hal ini bisa dilihat dari tingkat pengurasan cadangan minyak Indonesia ternyata sangat tinggi, mencapai delapan kali laju pengurasan di negara-negara penghasil minyak utama dunia, seperti Arab Saudi dan Libya.
Indonesia yang memiliki cadangan hanya sekitar 4 miliar barel memproduksikan minyak rata-rata 1 juta barel per hari. Artinya, reserve to production ratio negara kita hanya lah 4. Angka ini jauh di bawah Arab Saudi dan Libya.
Dengan cadangan minyak mencapai 265 miliar barel, Arab Saudi hanya memproduksi minyak rata-rata 8 juta barel per hari atau tingkat reserve to production ratio mencapai 35. Sementara Libya, yang memiliki cadangan minyak 46 miliar barel dan tingkat produksi sebesar 1,5 juta barel per hari, memiliki rasio 30.
"Artinya selama ini kita menguras cadangan minyak kita kurang lebih 8 kali lebih cepat dari Arab Saudi dan Libya. Dengan kata lain cadangan minyak kita 8 kali lebih cepat habis dari dua negara tersebut. Laju pengurasan minyak kita sudah tergolong sangat tinggi jika dibandingkan negara penghasil minyak lain," ujarnya.
Penemuan cadangan minyak yang berukuran cukup besar di Indonesia umumnya terjadi di Indonesia barat. Misalnya lapangan Minas, Duri, dan terakhir Cepu. Pengurasan cadangan Minas sudah dilakukan sejak tahun1950-an dan mencapai puncaknya th 1975 sampai 1976 dengan tingkat produksi di kisaran 250 ribu barel per hari dan menjadi penyumbang terbesar terhadap produksi nasional 1,5 juta barel per hari.
Produksi Turun
Sejak saat itu produksi Minas --jenis minyak mentah Indonesia --terus menurun dan kini hanya menghasilkan sekitar 70 ribu barel per hari. Penurunan dari Minas ini masih ditutupi dari pengurasan cadangan Duri yg dimulai sekitar tahun 1980-an dengan tingkat produksi sebesar kurang lebih 400 ribu barel per hari dan membuat produksi nasional kembali mencapai puncaknya di tahun1995- 1996 dengan produksi sebesar 1,6 juta barel per hari.
Selanjutnya lapangan Duri-pun terus menurun produksinya seiring dengan menipisnya jumlah cadangan yg tersisa. Kini kedua lapangan Minas dan Duri hanya menghasilkan sekitar 360 ribu barel per hari.
Penemuan lapangan minyak lainnya ukurannya jauh lebih kecil. Sebaliknya eksplorasi yg belakangan ini gencar dilakukan di Indonesia timur menghasilkan penemuan cadangan-cadangan gas dalam jumlah besar, bukan minyak. Misalnya Tangguh, area deepwater Selat Makassar (Gandang, Gendalo, Gehem, dll), Masela (Laut Timor), dan terakhir oleh Genting Oil di Bintuni.
Dari dua kenyataan itu, maka cadangan terbukti minyak nasional kita terus menyusut dalam 10 tahun ini dari 4,3 miliar barel menjadi 3,9 miliar barel. Sementara cadangan gas kita masih tetap tinggi, lebih dari 104 triliun kaki kubik.
"Industri hulu migas adalah industri pencarian (eksplorasi) dan pengurasan (eksploitasi) cadangan migas. Alam tidak bisa dipaksa untuk menghasilkan minyak ataupun gas, tetapi kita hanya bisa mencari dimana cadangan-cadangan tersebut berada dan kemudian mengurasnya dengan berbagai cara," ujar Gde. (ren)
( VIVAnews)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar